Senin, 29 November 2010
di
17.07
|
By:
Rizki Lazuardi
Asta ini terletak di jantung kota Sumenep, tepatnya di Kelurahan Karangduak Kecamatan Kota Kabupaten Sumenep ±500 m dari pusat kota ke arah barat. Kabupaten Sumenep merupakan Kabupaten yang terletak di ujung paling timur pulau madura. Suatu daerah yang sarat dengan nilai-nilai budaya dan agama. Karena sumenep pada jaman kerajaan dahulu banyak terdapat kesatria-kesatria ulung dan tokoh-tokoh agama dari daerah ini sebut saja Jokotole atau yang dikenal dengan pangeran Soccadiningrat III, Arya Wiraraja, Adi Poday dan lain-lain. Mereka tidak hanya dikenal diwilayah Sumenep saja bahkan sampai keluar madura seperti Jawa dan Bali. Salah satu tokoh yang tak kalah menarik untuk dijadikan suatu obyek wisata Ziarah ataupun sejarah adalah Raden Tumenggung Kanduruan yang bergelar Raden Tumenggung Notokusumonegoro. Memerintah sumenep pada tahun 1559-1562 M Yang letak keratonnya di Karangduak. Raden Tumenggung Kanduruan ini yang menurunkan Adipati / Bupati di Sumenep hingga 15 keturunandari garis laki-laki. Sedang keturunan terakhir yang menjadi penguasa Sumenep adalah Raden Mohammad Tahir Tumenggung Prabuwinoto pada tahun 1925-1928 M.
Menurut sejarah yang ada, Raden Tumenggung Kanduruan adalah putra dari Sultan Alam Akbar Al-Fatah (Raden Patah) yaitu Raja Demak Bintoro yang berkuasa pada tahun 1478-1518 M, sedang Raden Patah merupakan putra dari Raja Majapahit yaitu Parbu Brawijaya V dari hasil perkawinannya dengan putri keturunan Cina yang bernama Indrawati. Tumenggung Kanduruan, pada masa remajanya pernah mengabdi kepada Saudara Ayahnya yaitu Ratu Japan yang bernama Dewi Mas Kumambang. Konon menurut cerita, Raden Tumenggung Kanduruan menjadi raja Sumenep setelah mendapat perintah dari Ratu Japan untuk menyerang Sumenep dan membawa pangeran Sumenep (Pangeran Siding Puri) baik dalam keadaan hidup maupun mati. Hal ini terjadi karena Ratu Japan yang masih cucu Pangeran Siding Puri merasa tersinggung kepada Pangeran yang menolak cintanya. Sementara itu Raden Tumenggung yang Keponakan Ratu Japan dari garis keturunan ayahnya juga masih keponakan dari Pangeran Siding dari garis keturunan Ibunya yaitu Nyai Malaka. Sedangkan dengan istri Pangeran Siding puri yaitu Raden Ayu Ratmina adalah saudara. Berhubung tugas dari Rajanya yaitu Ratu Japan maka berangkatlah Raden Tumenggung ke Sumenep beserta balatentaranya yang banyak untuk berperang. Singkat cerita terjadilah perang saudara di Sumenep, dan kemenangan di raih oleh Raden Tumenggung Kanduruan dengan tewasnya Pangeran Sinding beserta patihnya Aryo Tankondur yang tak lain adalah kakak kandung Pangeran Sinding. Alhasil Raden Kembali dengan membawa kepala Pangeran Sinding kepada Ratu Japan. Tetapi sebenarnya Raden Tumenggung Merasa bersalah kemudian beliau mengawinkan anaknya dengan putra Pangeran Siding yaitu Pangeran Wetan I. Selain tokoh Raden Tumenggung, pada Asta Karang Sabu juga terdapat makam kedua putranya yaitu Pangeran Banten (pangeran Lor I) dan Pangeran Wetan I yang juga menjadi raja di Sumenep setelah Raden Tumenggung wafat . Kisah kedua tokoh ini sangat unik, dikarenakan keduanya sama-sama menjadi raja di tahun yang sama. Artinya Sumenep dikendalikan oleh dua raja di tahun yang sama dengan sifat yang berbeda. Akan tetapi dalam menjalankan pemerintahan keduanya sama-sama kompoak dan mampu mengatasi kodisi sumenep saat itu. Alkisah menceritakan bahwa pada saat terjadi penyerangan oleh raja Bali ke Sumenep. Hal ini dilakukan oleh raja bali karena adanya dendam atas kekalahan blambangan di tangan Jokotole yang keturunan orang Sumenep. Maksud kedatangan adalah ingin membalas kekalahan blambangan tempo dulu. Begitu rombongan tentara Bali sampai kesumenep, mereka menepi di pantai pesisir desa lapa kecamatan Dungkek. Namun sesampainya di Lapa, tidak didapat kerajaan yang dulu pernah dibangun oleh Jokotole. Lalu mereka membuat benteng disana. Singkatnya pertempuran terjadi antara Bali dan Sumenepyang dikomandani oleh Pangeran Batu Putih dan Pangeran Lor. Sedangkan pangeran Wetan pada saat itu sedang berada di Demak (berkunjung kepada kakeknya yaitu Sultan Alam Akbar al Fatah). Pada pertempuran ini Pangeran Batu Putih tewas dan jazadnya menghilang bersama keratonnya. Sedangkan Pangeran Lor beserta Patih Kesayangannya Wangsadumerta tewas akibat kehabisan darah setelah sampai di halaman keraton. Pertempuran dilanjutkan oleh Pangeran Wetan setelah kembali dari Demak. Pangeran Wetan dibantu oleh Mertuanya Yaitu Sunan Nugraha dari Pamekasan, dan berhasil membunuh raja Bali dan memenggal kepalanya lalu dibawa ke demak. Mengenai obyek wisata Ziarah in kalau ditinjau dari letak sangat strategis dan layak untuk dijadikan sebagai salah satu obyek wisata Ziarah unggulan di Sumenep mengingat lokasi obyak ini yang tidak terlalu jauh dengan obyek wisata Ziarah Asta Tinggi serta ditunjang oleh sarana dan prasarana yang lengkap. |
0 komentar:
Posting Komentar